PERKEMBANGAN INDUSTRI BUSANA - Neni Triani

PERKEMBANGAN INDUSTRI BUSANA



A. PERANCIS, KIBLAT BUSANA

France’s dominance over international fashion began in the early eighteenth century.

1. Kerajaan Menentukan Tren Busana
Sampai revolusi industri, terdapat dua kelompok masyarakat, yaitu kelas orang kaya, sebagian besar adalah bangsawan dan tuan tanah; serta kelas orang miskin, sebagian besar adalah kaum buruh dan petani. Pada masa ini hanya orang kaya saja yang dapat mengenakan pakaian secara layak. Bangsawan kerajaan sebagai kaum kelas atas baik dalam ekonomi dan sosial menjadi fokus tren busana. Pada abad 18 Raja Louis XIV menetapkan Paris sebagai kota busana Eropa. Industri tekstil berkembang di Lyon dan kota-kota di Perancis lainnya untuk menyediakan bangsawan kerajaan dengan sutra, pita, dan kain renda. Para penjahit dengan bantuan kaum kelas kaya meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam penggunaan
bahan yang lebih indah tersebut.

2. Pertumbuhan Couture
Perancis dapat menjadi kiblat busana karena faktor dukungan kerajaan dan adanya perkembangan industri sutra. Di Perancis, seni membuat busana disebut dengan couture (koo-tour‟). Desainer pria disebut couturier dan yang perempuan couturiere. Charles Worth dianggap sebagai bapak Couture karena merupakan orang pertama yang sukses menjadi desainer merdeka. Ia lahir di Inggris, datang ke Perancis pada usia 20 tahun pada tahun 1846 (tahun ketika Elias Howe mematenkan mesin jahitnya). Beberapa couture lain mengikuti Worth antara lain Paquin, seorang imigran dari Bavaria datang di San Francisco dengan membawa kain yang akan dijual ke petambang emas untuk melindungi alat-alat dan senjata untuk menambang. Ini merupakan jawaban atas kebutuhan dari para petambang akan celana panjang dengan beberapa saku untuk tempat alat-alat. Celana ini sangat populer, karenanya dia membuat workshop dan toko untuk menyediakan celana tersebut. Kain populer yang digunakan Levi‟s ini adalah kain katun berserat ulet/kencang yang ditenun di Nimes, Perancis yang sering juga disebut serge de Nimes (atau disingkat denim). Ini adalah pakaian pertama yang dikhususkan untuk para pekerja. Ini adalah satu-satunya pakaian yang terus dipakai dengan pola dasar yang sama selama hampir 150 tahun.

C. PERDAGANGAN BUSANA SELAMA ABAD 19

Modern retailing had its roots in the nineteenth century when afforable fashion was first made available to the general public.

1. Department Store Pertama
Pameran dan bazar adalah awal mula adanya toko retail. Para pembeli berdatangan membeli pakaian di pasar tersebut. Harga tidak tertera pada barang sehingga pembeli dan penjual melakukan tawar menawar.
Adanya Revolusi Industri mempengaruhi siklus manufaktur dan perdagangan. Semakin banyak barang yang diproduksi, semakin banyak barang yang dijual. Peningkatan aktivitas usaha ini meningkatkan pula pengeluaran uang pada golongan kelas menengah. Hal ini berarti membuat tingkat permintaan barang semakin tinggi. Peningkatan permintaan atas barang-barang yang bervariasi adalah fondasi dari berkembangnya perdagangan. Maka, banyak toko retail yang tumbuh di kota-kota mendekati tempat produksi dan penduduk.
Ketika itu terdapat dua jenis toko retail, yaitu: the specialty store dan the department store. Kerajinan tradisional biasanya ditawarkan dalam the specialty store, sedangkan barang-barang yang lebih umum dan bervariasi banyak ditawarkan dalam the department store.

2. Department Store Pertama
Tahun 1826, Samuel Lord dan George Washington Taylor bekerja sama untuk membuka toko pertama di New York, Lord and Taylor. Jordan Marsh and Co membuka di Boston dengan promosi dapat menjual, memotong, menjahit, menghias pakaian dalam setengah hari.
Harrrod‟s of London didirikan oleh Henry Harrod tahun 1849 dari toko yang kecil. Namun, pada tahun 1880 Harrrod‟s of London menjadi toko terbesar di Eropa dengan 100 karyawan. Liberty of London dibuka pada tahun 1875 dan mulai berproduksi pakaian sendiri pada awal tahun 1878. Di Perancis terdapat Bon Marche, Samaritaine, dan Printemps yang dibuka pada abad 19. Pada abad 19 ini juga mulai adanya faham layanan pada konsumen, yang sangat mempengaruhi perdagangan di Amerika. Karenanya dikenal adanya istilah ”the customer is always right”.

D. EFEK PERANG DUNIA I PADA STATUS WANITA DAN BUSANA

World War I put women in the work force and gave them new right and practical clothing.
1. Wanita dalam Dunia Kerja.
Sebelum tahun 1900, sangat sedikit wanita yang bekerja diluar rumah. Tanpa tempat usaha yang bisa memuliakannya, maka wanita tidak mempunyai wewenang dan hak. Seiring dengan waktu, wanita mulai bekerja di pabrik, kantor, dan toko retail. Tahun 1914, Perang Dunia (PD) I mulai di Eropa dan di Amerika tahun 1917. PD I berperan sangat besar dalam mempromosikan hak-hak wanita karena wanita Amerika dan Eropa dapat menggantikan laki-laki pada pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan oleh kaum pria. Peranan wanita dalam pekerjaan ini sangat mempengaruhi tren busana, baik pada pola, dekoratif, maupun yang lainnya. Perubahan ini memerlukan konstruksi yang simpel karena faktor peningkatan biaya tenaga kerja dan hasil demokratisasi dalam busana. Akhirnya, pada tahun 1920, busana benar-benar mencerminkan pertumbuhan kebebasan wanita.

2. Pentingnya Desainer sebagai Trensetter
Ketika produksi massal tumbuh di industri busana Amerika, Perancis tetap memfokuskan pada busana kepemimpinan serta kemakmuran. Paris tetap menjadi tempat pertemuan antara desainer, artis, dan penulis. Mereka bertukar ide dan kreasi untuk menghasilkan busana yang inovatif.
Sering satu atau sedikit desainer menjadi trensetter. Mereka mendominasi karena mampu menangkap spirit dan momen serta mampu menerjemahkan menjadi sebuah busana dengan daya terima yang sangat tinggi. Sementara itu, pedagang Amerika sering membeli busana Perancis untuk konsumen kelas atasnya dan juga sering bekerja sama dengan pabrik membuat kopian atau turunan untuk pasarnya.
Paul Poiret (pwah-ray) adalah desainer pertama Perancis yang menjadi trensetter pada abad 19. Gabrielle Chanel (sha-nelle) juga dikenal dengan Coco. Ia adalah desainer terdepan Perancis pasca PD I. Dia mempopulerkan the Garcon atau style boyish dengan sweaters dan jersey dresses. Coco juga merupakan desainer pertama yang membuat adibusana untuk wanita.
Industri pakaian siap pakai (ready-to-wear) mulai berkembang ketika para desainer seperti Poiret, Vionnet, dan Chanel membuat desain dengan gaya dan konstruksi yang simpel. Adibusana kemudian diturunkan dalam produksi massal dengan harga yang bervariasi.
Tahun 1920, desainer seperti Lucien Lelong di Perancis dan Hattie Carnegie di Amerika menambahkan line produksi pakaian siap pakai pada busana yang diproduksi berdasarkan pesanan (made-to-order). Pada tahun 1920-an industri pakaian siap pakai semakin berkembang.

E. EFEK PERANG DUNIA II PADA BUSANA

The American economy did not entirely recover until World War II escalated production.
Selama PD II, industri busana di Perancis yang merupakan pusat busana dunia tidak mengalami perkembangan berarti. Hal ini karena banyaknya kekurangan selama perang, seperti: kurangnya kain sebagai bahan baku, bahan hiasan, pangan, dan juga liputan media. Bahkan ada beberapa toko ditutup paksa.
Terhambatnya Perancis sebagai pusat busana dunia dalam menyebarluaskan tren mode busana selama PD II mengakibatkan Amerika harus mencari arah dan gayanya sendiri. Hal ini berdampak pada berkembangnya potensi dan bakat dari desainer Amerika. Maka, pada tahun 1940 muncul banyak desainer sukses seperti Claire McCardell, Hatie Carnegie, dan Vera Maxwell. Para desainer Amerika ini dikenal sebagai spesialis busana sportwear yang lebih mencerminkan gaya hidup Amerika. Busana sportwear ini memiliki konstruksi yang lebih simpel dan juga sesuai untuk produksi massal.

F. 1960an, TREN ARAHAN DESAINER MUDA

The postwar baby boom had an increasing effect on fashion change. Breaking with convention, young designers created fashions for their own age group.

1. London Emerges sebagai Pencipta Busana Kaum Muda Terdepan
Mary Quant dan desainer muda Inggris lainnya seperti Zandra Rhodes dan Jean Muir menciptakan tren busana secara internasional. Mereka mempopulerkan busana dengan individual look yang dipengaruhi gaya Mods dan miniskirts dengan motif mawar di atas lutut, ketat, dan dengan menggunakan kain yang tidak lazim digunakan seperti vinyl.
Di Amerika, desainer muda seperti Betsey Johnson juga menciptakan busana kaum muda. Bahkan desainer adibusana Paris seperti Andre Courreges mengikuti tren dari para desainer muda ini. Kepopuleran busana kaum muda ini membuat semua wanita ingin terlihat lebih muda.

2. Menghidupkan lagi Busana Pria
Carnaby Street Tailor berusaha menghidupkan kembali busana pria. Usaha ini menghasilkan para pria memperhatikan penampilannya di luar masa kerja. Dalam hal ini, desainer Perancis dan Italia sangat berperan dalam busana pria.
Pierre Cardin (car-dahn‟) menandatangani kontrak pertamanya untuk membuat kaos pria dan dasi pada tahun 1959 dan membuka toko busana siap pakai untuk pria tahun 1960. Langkah ini diikuti oleh Christian Dior, St. Laurent dan desainer wanita lainnya.
3. Evolusi Usaha Busana
Tahun 1960 mulai terjadi perubahan usaha busana. Meskipun ada beberapa desainer yang sukses seperti Pierre Cardin, namun desainer muda Perancis banyak yang mengalami kemunduran karena faktor finansial.
Di Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi dan penduduk mengakibatkan perubahan usaha busana. Home Industry busana mulai tidak terlihat. Ada yang merger atau dibeli oleh perusahaan besar, ada juga yang berubah menjadi pedagang bahan dan pakaian.

4. Boutique menjadi Tren Retail Busana
Boutique (butik) di Inggris seperti Mary Quant Bazaar membuat tren baru dalam penjualan busana. Kata Boutiquey ang berasal dari bahasa Perancis berarti toko-toko kecil untuk memperoleh popularitas. Penjualan secara tradisional di toko dan department store memperoleh saingan dari butik. Mengikuti tren, Yves St Laurent membuka butik Rive Gauche (Reev Gosh) diseluruh penjuru dunia. Henri Bendel‟s di New York menyuguhkan suasana dari berbagai butik dalam satu butik. Ide ini membawa kesegaran dan ketertarikan dalam penjualan.


Sumber : 
Manajemen Usaha Busana. 2011. Moh.Adam Jerusalem.Fakultas Teknik UNY

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PERKEMBANGAN INDUSTRI BUSANA"

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya..